allah tidak butuh ibadah kita
Itulahhakikat ikhlas beribadah dan beramal. Ibadah yang kita lakukan sangat ditentukan oleh keikhlasan kita beramal. Sebagaimana komintmen muslim di dalam ayat tersebut, kita melakukan salat tidak lain hanya karena Allah SWT. Bahkan, bukan hanya salat—tentu ibadah yang lain juga–, melainkan hidup yang kita jalani dan kematian yang ditunggu
Melaluisyariat penyembelihan hewan Qurban, yang bermula dari kisah nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mendapat perintah dari Allah subhanahu wata’ala untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail ‘alaihissalam, kita jadi mengerti, bahwa dalam menyambut seruan Allah itu butuh pengorbanan. Tidak selalunya enak dan nyaman.
Tuhanberkenan kepada persembahan Habel, namun menolak persembahan Kain karena Kain tidak memberikan sesuai yang Tuhan kehendaki. Kita percaya bahwa Allah pasti memberikan kesempatan kepada Kain namun Kain tidak mau taat. Sehubungan dengan ibadah yang berkenan kepada Allah, ada 2 hal yang harus kita perhatikan, yaitu: I. Tujuan kita beribadah.
Sebagaimanakita ketahui bersama beribadah kepada Allah SWT. merupakan kunci kemuliaan manusia. Ibadah dilakukan dengan niat yang ikhlas, cara yang benar dan tujuannya untuk mencari ridha Allah. Paling tidak, ada enam alasan mengapa kita harus beribadah kepada Allah SWT. di antaranya sebagai berikut : 1. Diciptakan memang untuk ibadah,
KarenaAllah tidak membutuhkan ibadah kita, mengapa kita tidak beribadah kepada-Nya sesuka kita saja? Beribadah kepada Allah Swt. adalah perbuatan yang dihasilkan oleh pengenalan tentang- Nya. Artinya, manusia menyaksikan lembaran keindahan alam berikut berbagai petunjuk sistemnya. Demikianlah, manusia beralih dari sistem menuju Pembuat sistem.
Süddeutsche Zeitung Heirats Und Bekanntschaften Suche. TOPIK UTAMA MENGAPA KITA BUTUH ALLAH? Banyak Orang Melupakan Allah ”Anda bisa hidup tanpa Allah? Jutaan orang terbukti bisa.” Itulah bunyi sebuah papan reklame yang baru-baru ini dipasang oleh kelompok ateis di suatu negeri. Di banyak negeri, orang-orang semakin yakin bahwa mereka bisa hidup tanpa Allah. Di pihak lain, banyak orang mengaku percaya Allah ada, tapi bertingkah laku seolah Ia tidak ada. Salvatore Fisichella, seorang uskup agung Katolik, mengatakan tentang jemaat gerejanya, ”Mungkin tidak ada yang bisa menebak bahwa kita orang Kristen karena gaya hidup kita sama saja dengan orang yang tidak beragama.” Ada yang tidak mau repot-repot memikirkan Allah karena sudah terlalu sibuk. Apalagi, mereka pikir Allah terlalu mulia sehingga tidak mungkin memperhatikan hidup setiap orang. Paling-paling, mereka ingat Allah sewaktu susah atau butuh sesuatu—Allah dianggap sebagai bawahan yang siap memenuhi keinginan mereka kapan pun mereka mau. Ada juga yang tidak mau mengikuti ajaran agama karena merasa itu tidak bermanfaat. Misalnya, 76 persen orang Katolik di Jerman menganggap hidup bersama sebelum menikah itu sah-sah saja, padahal gereja mereka maupun Alkitab melarang hal itu. 1 Korintus 618; Ibrani 134 Tentu, bukan hanya orang Katolik yang seperti itu. Para pemimpin berbagai agama menyayangkan sikap umat mereka yang ”sama saja seperti orang ateis”. Kalau begitu, apakah kita memang membutuhkan Allah? Hal ini sebenarnya sudah ditanyakan dalam buku pertama Alkitab, Kejadian. Untuk tahu jawabannya, mari kita bahas beberapa hal yang diceritakan dalam buku Kejadian.
9 FOLLOW untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Follow Us Mengapa dalam nalar-keimanan kita terpatri pemahaman bahwa praktik-praktik ibadah dilakukan karena perintah Allah dan dimaksudkan untuk menyembah-Nya? Itu terjadi, karena mispersepsi terhadap firman-firman Allah yang secara literal kurang lebih mengungkapkan demikian. Sehingga, problematika itu menjadi bagian integral dari terbentuknya nalar-keimanan yang rancu. Praktik-praktik peribadatan yang selama ini kita lakukan, seperti puasa, salat, zakat, haji, masih terkonstruksi dalam pengertian bahwa itu semua dilakukan karena perintah Allah dan untuk menyembah-Nya. Tak sedikitpun terbersit dalam nalar-keimanan kita bahwa, Allah sebagai Zat Mahakuasa tidak membutuhkan ibadah dan sesembahan apapun. Bagaimana mungkin Zat Yangmahakuasa meminta sesuatu dari ciptaan-Nya? Berkebalikan dari itu, justru banyak sinyalemen yang memberi pertanda bahwa semua ibadah dalam doktrin Islam berdimensi kemanusiaan antroposentrisme, bukan berdimensi ketuhanan/teosentrisme Arkoun, 1993. LIKE untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Sebab itu, peribadatan dalam Islam tidak ditujukan untuk menciptakan muslim yang saleh secara ritual dan saleh terhadap Allah an sich. Peribadatan seharusnya dilakukan seorang untuk menghasilkan kesalehan privat dan sosial, karena demikian itulah substansi peribadatan yang dimaksudkan dan diperintahkan Allah. Peribadatan yang berdimensi antroposentris memiliki arti bahwa semua peribadatan tidak satupun dimaksudkan untuk menyembah Allah, apalagi dengan pemahaman bahwa Allah mempunyai kepentingan terhadap ibadah tersebut. Dimensi antroposentrisme ibadah, hanya dimaksudkan untuk kepentingan umat manusia semata, supaya mereka mendapat ketenangan setelah keruhnya kehidupan dunia. Sebaik-baiknya implementasi ibadah juga harus tertransformasi kepada dimensi sosial yang lain. Jadi, ibadah tidak hanya untuk kepentingan privat-antroposentris, melainkan juga untuk kepentingan sosial-antroposentris. Problematika Teks Mengapa dalam nalar-keimanan kita terpatri pemahaman bahwa praktik-praktik ibadah dilakukan karena perintah Allah dan dimaksudkan untuk menyembah-Nya? Itu terjadi, karena mispersepsi terhadap firman-firman Allah yang secara literal kurang lebih mengungkapkan demikian. Sehingga, problematika itu menjadi bagian integral dari terbentuknya nalar-keimanan yang rancu. Banyak sekali firman-firman Allah yang dimispersepsi sehingga dampaknya tidak dirasakan secara substansial dalam dimensi antroposentris. Misalnya firman-firman Allah seperti “tidak Ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku 5156, atau “manusia harus menyembah Allah yang telah menciptakannya dan manusia-manusia sebelumnya supaya ia bertakwa 221, atau “sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan selain-Nya 759. Hadis Qudsi yang mengungkapkan tujuan diciptakan manusia adalah untuk mengonfirmasi eksistensi Allah, juga turut mengesankan seakan-akan Allah memang ingin disembah. Ibrahim Madkour, dalam catatan Boisard pernah mengutip hadis qudsi itu “Aku ini dulunya sebagai suatu harta simpanan yang tak diketahui, kemudian Aku ingin agar dikenal.” Untuk maksud itu, Allah menciptakan manusia, maka manusia mengetahui-Nya Boisard, 1980 Sesungguhnya teks-teks itu tidak problematis. Problematika terjadi akibat mispersepsi terhadap teks-teks itu. Apa dampak mispersepsi dari teks-teks itu? Salah satu hal fundamental yang dampaknya dirasakan secara langsung dalam kehidupan kita adalah anggapan bahwa ibadah dilakukan karena perintah Allah dan untuk menyembah-Nya. Dalam dataran itulah, ibadah hanya berdimensi teosentrisme. Padahal, tujuan fundamental ibadah supaya manusia mendapat ketentraman bagi dirinya privat-antroposentris dan bagi orang lain di sekelilingnya sosial-antroposentris. Konfirmasi Teks Di balik perintah Allah agar menusia beribadah untuk menyembah-Nya, sesungguhnya tersirat penekanan bahwa ibadah sesungguhnya untuk umat manusia itu sendiri. Firman-firman Allah yang memerintahkan supaya kaum muslim beribadah, adalah firman yang berfungsi sebagai konfirmasi bahwa kaum muslim sesungguhnya membutuhkan dimensi spiritualitas dan religiositas dalam kehidupan. Semua itu hanya akan ditemukan dengan cara menyembah Allah sebagai harapan kehidupan yang lebih baik di dunia maupun setelah dunia. Jadi, kata perintah amar yang menyatakan Allah meminta kaum muslim menyembah-Nya, tidak berarti Allah memerintah Ia disembah, melainkan mengonfirmasi bahwa kesadaran untuk menyembah Allah akan menguntungkan. Dari pemahaman itu, sesungguhnya sangat merugilah mereka yang tidak menyembah Allah. Menyembah Allah, tidak berarti sesembahan itu untuk Allah, melainkan demi kepentingan kaum umat manusia itu sendiri Wahid, 1997. Ini senada dengan tujuan fundamental ibadah dalam doktrin Islam. Keadilan Allah, justru terletak pada saat Ia tidak membutuhkan ibadah dari ciptaan-Nya. Cukuplah setiap perintah ibadah untuk kepentingan umat itu sendiri. Dengan demikian, kesadaran untuk beribadah bukan lagi karena “paksaan” perintah Allah tapi datang dari dorongan internal kita. Pemahaman bahwa ibadah untuk umat manusia itu sendiri, akan menimbulkan spirit dan rangsangan untuk lebih banyak lagi beribadah. Dengan demikian, kita diharapkan akan menemukan kedamaian privat dan memiliki etos transformasi sosial. Di situ juga tersirat pesan bahwa kita tidak bisa hanya berharap dari kerja-keras dan penalaran kita saja agar hidup ini lebih tentram. Dengan adanya kesadaran beribadah seperti itu, sesungguhnya terletak pengandaian bahwa setiap manusia membutuhkan harapan-harapan dan kedamaian dengan menyembah Allah. Jadi, Allah tidak butuh disembah, melainkan kita sendiri yang sesungguhnya butuh menyembah-Nya.
Lokasi halaman Beranda dakwah ALLAH TA'ALA TIDAK BUTUH IBADAH KITA By at 9/26/2020 Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”. QS. Adz-Dzariat 56-58.Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta’ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirmanيا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku”.HR. Muslim, Demikianlah, Allah Ta’ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah?Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirmanإِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا“Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri”. QS. Al Isra 7.وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ“Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri”. QS. Luqman 12.Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri?Ustadz Yulian Purnama حفظه الله تعالى Baca Juga Info Penting langganan artikel menerima tulisan, informasi dan berita untuk di posting menerima kritik dan saran, WhatsApp ke +62 0895-0283-8327
Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” QS. Adz Dzariat 56-58Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta’ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirmanيا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” HR. Muslim, Allah Ta’ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah? Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirmanإِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا“Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri” QS. Al Isra 7وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ“Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri” QS. Luqman 7Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri?
Nasehat Dhuha Selasa, 5 Oktober 2021 27 Shafar 1443 H Oleh Sarwo Edy,ME Klikbmi, Tangerang – Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. QS. Adz-Dzariyat 56. Apa yang ada di pikiran sahabat BMI Klikers jika mendengar ayat di atas? Yang pastinya salah satunya adalah tujuan manusia hidup yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT Sang Khaliq. Akan tetapi bagaimana jika ada pertanyaan selanjutnya, Berarti Allah membutuhkan ibadahnya seorang hamba? Jika Allah masih membutuhkan ibadah hamba-Nya. Berarti Allah menafikan sifat-Nya yang ada di asmaul husna yaitu Al-Ghani Maha Berkecukupan. Yang artinya Allah tidak membutuhkan yang lain. Lantas untuk apa Allah menyuruh hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya? Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman, يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا “Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” HR. Muslim no. 2577 Dari hadist qudsi di atas, secara tersirat dijelaskan bahwa Allah tidak membutuhkan ketaqwaan dari seorang hamba-Nya. Bahkan ketaqwaan dan maksiat dari seorang hamba tidak akan menambah atau mengurangi kekuasaan-Nya. Akan tetapi, sebenarnya ibadah atau amal baik apapun yang diperintahkan oleh Allah untuk hamba-Nya adalah untuk hamba itu sendiri dan manfaatnya kembali ke hamba itu sendiri. Salah satunya adalah perintah bersyukur di dalam surat Luqman ayat 12 yang berbunyi وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Selain itu, Allah juga menyatakan bahwa amalan-amalan baik yang diperintahkan kepada hamba-Nya akan kembali ke hamba itu sendiri. Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 7 yang berbunyi Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri Jika kita sebagai seorang hamba masih berpikiran bahwa Allah membutuhkan ibadah kita, maka biasanya kita “hanya sekedar” menunaikannya untuk menggugurkan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Akan tetapi, jika kita beranggapan bahwa kita lah yang membutuhkan Allah, maka kita akan menjadikan ibadah kita tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban, akan tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai kebutuhan. Sehingga kita lebih “serius” dalam beribadah kepada-Nya. Ibadah kepada Allah adalah esensi dari tauhid uluhiyyah. Ibadah itu ibarat makanan. Jika kita butuh makan untuk kebutuhan jasmani kita. Maka kita butuh ibadah untuk kebutuhan rohani kita. Wallahu a’lam bish-showaab. Mari terus ber-ZISWAF Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 BSI eks BNI Syariah a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI 0000000888. Sularto/Klikbmi
allah tidak butuh ibadah kita